PULAU 1000 MESJID MENJADI SARANG 1.000.000 MALING/PENCURI

Ternak Sapi

Lombok adalah pulau yang terkenal dengan sebutan pulau 1000 mesjid. Sebutan ini diberikan karena di seluruh desa yang ada di pulau lombok memiliki lebih dari 1 mesjid, bahkan hampir di semua dusun terdapat bangunan mesjid. Bangunannya tidak tanggung-tanggung ukurannya dan modelnya.

Tetapi hal ini sangat kontradiktif dengan keadaan masyarakat, dimana pulau ini juga terkenal dengan pulau 1000 maling/pencuri. Didaerah perkotaan maupun daerah pedesaan, selalu ada sekelompok masyarakat yang bahkan mayoritas penduduknya menjalani propesi sebagai maling, terutama maling ternak khususnya sapi dan kerbau. Sehingga dibeberapa tempat di pulau lombok masyarakatnya enggan untuk memelihara sapi atau kerbau.

Di beberapa tempat di pulau lombok terdapat budaya maling sebagai syarat untuk memperoleh gadis pujaan. Jadi jika seorang pemuda menginginkan gadis pujaannya, pemuda tersebut harus mau membuktikan bahwa dia bisa menjadi maling. Aneh memang, tapi itulah kenyataan yang terjadi

Organisasi maling ini malah menjadi sebuah organisasi PAM swakarsa yang cukup dikenal oleh masyarakat pulau lombok. Bagi para peternak yang ingin ternaknya aman dari pencurian, harus masuk menjadi anggota dari PAM swakarsa tersebut dengan aturan menjadi anggota harus mengeluarkan iuran. Kalau tidak demikian maka jangan harap akan bisa tidur nyenyak di malam hari karena ternaknya akan terus di buru oleh kawanan maling yang tidak segan-segan melukai pemilik ternak bila melawan.

Tidak Cuma sampai disitu saja, sekarang sudah rata-rata pemilik ternak masuk menjadi anggota PAM swakarsa tersebut, para tamu tak diundang itu membidik obyek lain yang menjadi target operasi merak. Dengan semakin sedikitnya pemilik ternak yang tidak bergabung menjadi anggaota PAM swakarsa tersebut, mereka sekarang membidik motor sebagai target operasi mereka. Modus operasinyapun tergolong unik.

Ada seorang anggota TNI yang motornya diparkir di pinggir jalan di tengah kampung tiba-tiba kaget melihat motor yang baru 5 menit yang lalu ia tinggalkan tidak ada di tempat. Dia bergegas keliling kampung menceritakan kejadian tersebut kepada teman, keluaga, tetangga dan lain-lain. Sampai keesokan harinya ada telpon dari nomor yang tidak dikenal bahwa bisa ia dapatkan motornya kembali apabila ia mengeluarkan atau menebus motor tersebut dengan harga 4 juta rupiah. Dia bingung, dari mana orang tersebut mendapatkan nomor teleponnya ??.

Modus operasi seperti itu selalu terjadi berulang-ulang tidak pandang bulu, karena kejadian berikutnya juga terjadi pada anggota polisi juga. Apalagi masyarakat non anggota. Lalu banyak masyarakat bertanya-tanya dengan keberadaan kepolisian. Dimana mereka sehingga tidak bisa menangani masalah tersebut. Dimana tanggung jawab mereka sebagai lembaga pemerintah yang bertugas mejaga keamanan masyarakat sipil dari gangguan-gangguan seperti itu. Bahkan banyak masyarakat yang berpikir negatif terhadap fenomena tersebut sehingga mereka menganggap jaringan pencuri tersebut juga membayar pajak ke pihak kepolisian sehingga kegiatan mereka aman-aman saja. Pada hal sudah bukan rahasia lagi bahwa pemerintah sudah mengeluarkan anggaran negara yang cukup besar untuk gaji mereka, tapi tanggung jawab yang sudah dibebankan kepada mereka tidak bisa dijalankan semestinya.

| Free Bussines? |